Breaking News

Pulau Seribu Masjid Tercederai Kasus 'Walid Lombok'

Kasus 'Walid Lombok' NTB
WALID LOMBOK: ini salah satu cuplikan di serial Bida'ah dengan tokoh Walid yang diproduksi Negeri Jiran Malaysia. Kasus 'Walid Lombok' terbongkar dari pengakuan para santriwati yang menjadi korban, usai menonton serial tersebut.

Mataram (postkotantb.com)- Kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap santriwati, oleh pimpinan salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Gunungsari, Lombok Barat, inisial FH atau Kasus 'Walid Lombok, menjadi atensi Anggota Komisi V DPRD Provinsi NTB, HM Jamhur.

Diketahui bahwa Kasus 'Walid Lombok' terbongkar dari pengakuan para santri yang menjadi korban, usai menyaksikan serial Bida'ah Walid produksi negara Jiran Malaysia.

Modus yang digunakan oknum tersebut hampir mirip dengan apa yang dilakukan tokoh Walid dalam serial tersebut. "Kami sangat prihatin dengan kasus ini," ungkap Jamhur, ditemui di ruang kerjanya, Rabu (23/04/2025).

Menurut Anggota Dewan dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, Pulau Lombok sangat kental dan tidak dapat dipisahkan dari ajaran-ajaran Islam.

Berkat hal ini, Pulau Lombok dijuluki sebagai Pulau Seribu Masjid oleh Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Effendi Zarkasih pada tahun 1970. Tidak hanya itu, Pulau Lombok juga ditetapkan sebagai destinasi wisata halal terbaik di dunia.

Menurut informasi Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS), jumlah korban Walid Lombok tercatat sebanyak 22 perempuan. 10 diantaranya telah memberikan keterangan dalam lima laporan.

Tentunya hal tersebut telah menambah catatan kelam terhadap eksistensi ponpes serta mencederai nama baik Pulau Seribu Masjid, pasca kasus ponpes AA yang terjadi tahun lalu.

"Kalau dilihat dari aspek agama, memang kasus ini sangat menciderai nama baik daerah. Yang bersangkutan seharusnya menjadi suri tauladan bagi santrinya, tapi malah berbuat yang tidak sepatutnya," timpalnya.

Karenanya ia mendesak agar pihak-pihak terkait dalam hal ini, Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) NTB, serta Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) untuk memperketat pengawasan terhadap ponpes-ponpes yang ada, melalui berbagai cara.

"Jangan-jangan mereka tidak pernah tahu kondisi ponpes-ponpes di NTB. Jangan sampai pas ada masalah begini mencuat baru pada ribut begini. Mudah-mudahan ke depan dengan pengawasan yang ketat tidak terulang lagi kasus-kasus begini," harapnya.

Sebaliknya, ia menyarankan para santri di setiap ponpes untuk melakukan perlawanan dan bersuara, jika ada oknum yang berbuat hal-hal yang mengarah ke tindak pidana kekerasan seksual.

"Begitu ada indikasi, santri harus melawan dan harus melakukan tindakan. Apakah dengan lapor ke orang tua, atau dengan cara-cara lainnya. Jangan sampai ada pembiaran," tegasnya.


Perhatian Pemerintah Terhadap Ponpes masih Minim


Di sisi lain, Jamhur menyinggung soal tingkat perhatian dan keberpihakan pemerintah terhadap ponpes yang masih minim. Hingga saat ini, masih ada ponpes yang beroperasi namun kondisi sarana dan prasarana yang tidak mendukung.

Belum lagi kondisi tenaga pengajarnya yang masih banyak bekerja dengan sukarela. Karenanya ia meminta Kemenag untuk lebih aktif turun mengecek langsung kondisi ponpes-ponpes di NTB.

"Karena kondisi masing-masing ponpes variatif. Ada yang maju, maju, dan terbelakang. Mestinya pemerintah memetakan mana ponpes yang memang diberikan bantuan penuh. Sekarang ribut tentang P3K, guru  ponpes dapat apa, pernahkah diangkat persoalannya?" Singgungnya.

"Beasiswa Baznas juga justru jatah beasiswa ponpes sedikit, tidak seperti negeri. Pernah saya berdebat, alasannya beasiswa hanya untuk sekolah yang mau berinfak. Padahal seharusnya beasiswa diberikan ponpes yang nggak mampu berinfak," tandasnya.(RIN)
 

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close