![]() |
Kuasa Hukum Wakil Rektor (Warek) I Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT), Amrullah, SH., MDPP. |
Mataram (postkotantb.com)- Hiruk pikuk keputusan Pemberhentian Wakil Rektor (Warek) I Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT) oleh Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Ditlitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, pada Maret lalu, berbuntut panjang.
Pasalnya, yang bersangkutan melalui Kuasa Hukumnya, Amrullah, SH., MDPP., dkk., melayangkan surat keberatan atas putusan Ditlitbang melalui surat resminya tertanggal 5 April 2025 lalu.
"Kami melayangkan keberatan bukan tanpa dasar. Ada beberapa alasan yuridis yang menjadi dasar keberatan kami," tegas Amrullah, dikonfirmasi, Sabtu (19/04/2025).
Ia menerangkan bahwa keputusan Ditlitbang PP Muhammadiyah melalui SK nomor: 0106/KEP/1.3/D/2025, telah melanggar aturan atau ketentuan yang berlaku. Serta telah melanggar azas kecermatan dalam bertindak, dan azas mendengar kedua belah pihak.
Di sisi lain, SK pemberhentian Ditlitbang PP Muhammadiyah, dinilai sangat janggal dan aneh karena berdasarkan pertimbangan Rektor UMMAT perihal pemberian sanksi berat terhadap kliennya.
Padahal secara yuridis normatif, seorang rektor tidak berwenang atau Aan Bevoegdeith, untuk memberikan sanksi berat. "Perlu dipahami bahwa yang berwenang memberikan sanksi berat itu Badan Pembina Harian (BPH,red). Bukan kewenangan Rektor UMMAT," timpalnya.
Hal ini menurutnya sesuai Pedoman Pelaksanaan Pemberian Sanksi Pelanggaran Disiplin pada Peraturan BPH, tentang perubahan BPH, tertanggal 1 Desember 2020, tentang pokok-pokok kepegawaian UMMAT, tepatnya pada halaman 58.
Keputusan Majelis Ditlitbang juga terkesan kontrakdiktif. Sebab tanggal pengambilan keputusan pemberhentian kliennya, bersamaan dengan jadwal rapat dengan Rektor UMMAT, yang di mana hasilnya Ditlitbang meminta agar rektor kampus tersebut terlebih dahulu menerbitkan SK penetapan pelanggaran disiplin.
"Seharusnya majelis terlebih dahulu menunggu keputusan rektor, sesuai saran yang diberikan saat rapat di Universitas Muhammadiyah Surakarta," terangnya.
Tindakan Sewenang-wenang
Amrullah, SH., MDPP., dkk., mengaku, bahwa pihaknya telah melayangkan laporan ke PP Muhammadiyah di Yogyakarta, terkait adanya unsur kesewenang-wenangan dalam memberhentikan Kliennya dari jabatan Warek I. Laporan tersebut dilayangkan Tanggal 9 April lalu.
Dalam Laporan tersebut, kata Amrullah., disebutkan bahwa tindakan kesewenang-wenangan Ditlitbang dan Rektor UMMAT, diduga dilatarbelakangi adanya unsur kepentingan politik internal kampus. Terlebih lagi kliennya sempat menjadi calon rektor untuk periode 2022-2026.
"Sehingga terjadi pelemparan isu yang tidak terbukti perbuatannya, soal dugaan pelanggaran norma susila perbuatan tercela, yang secara spekulatif telah mencemarkan nama baik klien kami," ketusnya.
"Terhadap isu itu, BPH sendiri hanya mengeluarkan istilah 'dugaan'. Karena secara hukum, tidak sembarangan menuduh bahwa orang itu telah melakukan perbuatan tercela. Apalagi yang menyangkut unsur pidana," jelasnya.
Pihaknya pun menuntut PP Muhammadiyah agar segera memerintahkan Ditlitbang mencabut SK pemberhentian kliennya dan menerbitkan SK baru untuk mengembalikan jabatan tersebut.
Disisi lain Amrullah, SH., MDPP., dkk., meminta kepada BPH UMMAT untuk diberikan sanksi berat kepada Rektor UMMAT atas tindakan sewenang wenang yang nyata-nyata merugikan kliennya, atas tindakan Rektor memberhentikan dari jabatan Warek I
"Bahkan kami meminta kepada yang terhormat BPH UMMAT untuk memberikan sanksi atau disiplin berat sebagai mana ketentuan hukum yang berlaku terhadap Rektor UMMAT, dan bahkan meminta yang terhormat BPH UMMAT agar mengusulkan atau merekomendasikan Rektor UMMAT untuk dilakukan pemecatan sebagai rektor pada masa jabatan 2022-2026," tandasnya.(RIN)
0 Komentar