Bukan Sengketa, Faktanya Autore Merajalela
Mataram (postkotantb.com) - Beredarnya pemberitaan soal pernyataan Satgas Korsup Pencegahan Wilayah V KPK RI, yang menyebut adanya polemik saling klaim dua perusahaan asing (PMA) di perairan Desa Sekaroh, Jerowaru, Lombok Timur, memantik respon nelayan.
Menurut para nelayan, di perairan Sekaroh terutama di Blok D teluk Segui, hanya ada satu perusahaan asing yang menduduki wilayah tersebut secara ilegal yaitu PT. Autore Pearl Culture. Hal itu ditegaskan salah satu nelayan sekaligus selaku Kepala Dusun Telone, Desa Sekaroh, Sahlan, Jumat Kemarin.
"Yang jelas, perusahaan penggarap perairan Sekaroh tanpa ijin di blok D itu hanya Autore," ungkap Sahlan, Rabu kemarin.
Diakui dia, para nelayan di Desa Sekaroh, sejak lama resah dan sangat terganggu dengan keberadaan perusahaan budidaya mutiara tersebut.
Terlebih lagi, blok D yang letaknya di area Pantai Pink itu, merupakan zona pariwisata. Semenjak ekspansi ilegal, pihak perusahaan melarang nelayan serta para pengantar wisatawan melewati blok tersebut. Imbasnya, pendapatan yang awalnya jutaan rupiah perhari, menurun drastis.
"Dari awal keberadaannya sampai ekspansi illegal ke blok D, Autore tidak pernah bersosialisasi ke masyarakat terutama nelayan. Taunya masyarakat pas pagi, tiba-tiba sudah ada," kesalnya.
Masyarakat sudah melakukan berbagai upaya bahkan beberapa kali melakukan aksi besar-besaran menolak keberadaan perusahaan tersebut. Namun hingga saat ini Autore masih awet beroperasi di blok D. Padahal pemerintah sudah mengeluarkan surat peringatan agar PT Autore keluar.
"Aksi penolakan kami murni dari hati. kami yang menginginkan Autore cabut dari blok itu dan mencari lokasi lain," tegasnya.
Senada ditegaskan purnawirawan TNI, Muh Zen. Ia mengaku tahu persis permasalah Autore, karena pernah bertugas sebagai Babinsa di Sekaroh dan Tanjung Luar.
"Keluhan masyarakat sudah terlalu banyak lah pak. Dulunya wilayah garapan Autore tidak luas seperti hari ini. Tapi sekarang sudah di Pantai Pink. Padahal di DKP Provinsi NTB sudah ada batasan-batasan awal garapannya, tidak sampai ke sana (Blok D, red)," ungkapnya.
Ia menyebutkan bahwa penolakan tidak hanya dari dusun-dusun yang ada di Desa Sekaroh. Warga dari luar desa tersebut seperti di Pulau Maringkik dan Tanjung Luar juga sangat keberatan dengan keberadaan Autore di blok itu.
Sebab, blok D merupakan lokasi tempat perahu perjalanan wisata dan berkumpulnya ikan dan tangkapan laut lainnya, terlebih saat bulan purnama. Semenjak perusahaan secara illegal menjadikan blok ini sebagai wilayah ekspansi budidaya, nelayan tidak hanya melarat. Peralatan tangkap berupa jaring pun ikut rusak akibat tersangkut keramba mutiara.
"Jadi kalau ada warga yang mendukung, dia bukan nelayan tapi petani. Kalau nelayan dan operator perahu wisata semua menolak keberadaan Autore," tegasnya.
Intervensi Ombudsman
Ditemui Kamis kemarin, Ketua Ombudsman RI Perwakilan NTB, Dwi Sudarsono mengaku, pihaknya telah menerima laporan tentang pemanfaatan perairan Sekaroh
Termasuk didalamnya kronologis keberadaan budidaya mutiara PT Autore Pearl Culture di Blok D yang notabene peruntukannya sebagai zona konservasi dan pariwisata, disebut hanya berbekal rekomendasi pemerintah kabupaten. Bukan izin resmi kementerian atau dinas provinsi terkait.
Ia kemudian mengulas poin-point dalam laporan tersebut yang salah satunya surat peringatan (Warning Letter) ke 3 DKP Provinsi NTB agar Autore segera mengosongkan area blok D, sesuai Pergub NTB Nomor 18 tahun 2018 tentang izin lokasi dan izin pengelolaan perairan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pada pasal 30 ayat 5 serta ayat 6 berupa pembekuan sementara selama 1 bulan, pencabutan izin lokasi perairan pesisir. Dan pasal 32 ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5, yang jika perusahaan itu tidak mematuhi surat peringatan tersebut, maka akan dikenakan sanksi tegas.
Diantaranya penutupan lokasi selama 1 bulan dan selama 3 bulan, pengenaan denda administratif sebesar 5 persen dari nilai investasi, serta pencabutan izin pengelolaan. "Jadi bagaimana surat peringatan ini seharusnya dilaksanakan. Tapi ternyata tidak dilaksanakan. Itu harapan pelapor," katanya.
Ia mengatakan, sementara ini pihaknya tengah dalam proses penyusunan dokumen untuk memverifikasi laporan baik secara formil dan materil. Setelahnya baru akan dirapatkan, jika memenuhi syarat maka statusnya akan naik ke tahapan pemeriksaan.
"Kami belum bisa menyimpulkan secara pasti. Tapi nanti beberapa pihak terkait akan kami panggil untuk klarifikasi laporan itu," ungkapnya.
Selain memanggil sejumlah pihak untuk klarifikasi, dirinya memastikan Ombudsman juga akan melakukan uji rekonstruksi terhadap legalitas serta dinas yang mengeluarkan rekomendasi untuk memastikan sah tidaknya keberadaan Autore di blok D.
"Tetap kita lihat prosesnya apakah memang punya izin. apalagi ini sudah dipersoalkan. Sekalipun minta izin, kami akan melihat legal standing pendukung sebagai dasar Autore itu apa untuk membangun usaha di situ. Nanti ketahuan apakah ini perusahaan yang salah menerjemahkan rekomendasi sebagai izin resmi," terangnya.
"Sekalipun punya izin, kami juga akan menguji apakah tepat izin budidayanya padahal itu zona konservasi. Setelah itu, kami juga akan mengecek dinas mana yang berwenang untuk mengeluarkan izin," jelasnya.(RIN)
0 Komentar