(Kiri) Ketua Fraksi Partai Golongan Karya tengah memegang buku tata Tertib. (kanan) Syamsul Fikri saat walk out dari ruang sidang Paripurna 3, Selasa (04/02/2025). |
Mataram (postkotantb.com) - Rapat Paripurna 3 DPRD NTB dengan agenda, penyampaian dan penyerahan keputusan DPRD NTB, terhadap LKPJ Gubernur NTB tahun 2024, Selasa (04/02/2025), berlangsung alot.
Fraksi Partai Demokrat meminta pimpinan sidang mencantumkan hak interpelasi 14 anggota DPRD NTB dalam rekomendasi dewan, namun tidak dikabulkan. Hal ini menyebabkan Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, Syamsul Fikri memutuskan untuk keluar dari ruang sidang (Walk Out).
"Kenapa saya Walk Out, karena harus dicantumkan suara teman-teman tentang hak interpelasi dalam rekomendasi. Tapi ini tidak dilakukan," kesalnya saat ditemui di luar ruang sidang.
Sehari sebelumnya, DPRD NTB juga menggelar sidang paripurna 2 yang salah satu agendanya, membahas keputusan rekomendasi DPRD NTB, terhadap LKPJ Gubernur. Banyaknya intrupsi pada rapat paripurna 3 merupakan rentetan dari pembahasan tersebut.
Dengan tidak dicantumkannya hak interpelasi, menurut Fikri, sama halnya dewan telah menerima seluruh LKPJ Gubernur NTB, yang dimana di dalam laporan itu juga tertera persoalan DAK.
"Makanya tadi saya minta dicantumkan hak interpelasi di dalam rekomendasi dewan. Saya tidak yakin hak interpelasi ini akan jalan, dengan trik-trik yang dilakukan pimpinan dewan. Saya punya hak politik dan pertanggung jawaban moral untuk memperjuangkan hak interpelasi. Apalagi ini masalah DAK," tegasnya.
Selain itu, pimpinan sidang tidak mencantumkan Istruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025, yang dimana salah satunya meminta Gubernur NTB untuk segera melakukan penyesuaian visi dan misinya, pasca dilantik.
Tartib Rapat di Luar Kelaziman
Terpisah, Ketua Fraksi Partai Golkar, Hamdan Kasim menyesalkan, berlangsungnya rapat paripurna 2 dan paripurna 3, tidak sesuai tata terbit (Tartib). Jika ingin menolak hak interpelasi, pimpinan sidang dapat menyampaikannya pada agenda rapat paripurna lainnya.
"Tartib rapat di luar kelaziman. Ibarat kita salat. Pimpinan sidang sudah mengajari kita sujud dulu baru ruku. Seharusnya kan ruku dulu baru sujud," singgung HK, sapaannya.
Dijelaskan, dalam tartib DPRD NTB pasal 58 tentang tugas sebagai pimpinan pada huruf E telah disebutkan agar pimpinan sidang membacakan surat masuk dan huruf F membahas apa yang menjadi agenda rapat.
"Inilah rukunnya. maksud saya ini akan menjadi preseden tidak baik ke depan. Perhatikanlah tartib itu. Karena sebenarnya tidak harus ada perdebatan kalau surat dari fraksi dan sebagainya itu dibacakan. Ini seolah-seolah ada upaya semua pimpinan untuk menolak hak interpelasi," tandasnya.(RIN)
Fraksi Partai Demokrat meminta pimpinan sidang mencantumkan hak interpelasi 14 anggota DPRD NTB dalam rekomendasi dewan, namun tidak dikabulkan. Hal ini menyebabkan Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, Syamsul Fikri memutuskan untuk keluar dari ruang sidang (Walk Out).
"Kenapa saya Walk Out, karena harus dicantumkan suara teman-teman tentang hak interpelasi dalam rekomendasi. Tapi ini tidak dilakukan," kesalnya saat ditemui di luar ruang sidang.
Sehari sebelumnya, DPRD NTB juga menggelar sidang paripurna 2 yang salah satu agendanya, membahas keputusan rekomendasi DPRD NTB, terhadap LKPJ Gubernur. Banyaknya intrupsi pada rapat paripurna 3 merupakan rentetan dari pembahasan tersebut.
Dengan tidak dicantumkannya hak interpelasi, menurut Fikri, sama halnya dewan telah menerima seluruh LKPJ Gubernur NTB, yang dimana di dalam laporan itu juga tertera persoalan DAK.
"Makanya tadi saya minta dicantumkan hak interpelasi di dalam rekomendasi dewan. Saya tidak yakin hak interpelasi ini akan jalan, dengan trik-trik yang dilakukan pimpinan dewan. Saya punya hak politik dan pertanggung jawaban moral untuk memperjuangkan hak interpelasi. Apalagi ini masalah DAK," tegasnya.
Selain itu, pimpinan sidang tidak mencantumkan Istruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025, yang dimana salah satunya meminta Gubernur NTB untuk segera melakukan penyesuaian visi dan misinya, pasca dilantik.
Tartib Rapat di Luar Kelaziman
Terpisah, Ketua Fraksi Partai Golkar, Hamdan Kasim menyesalkan, berlangsungnya rapat paripurna 2 dan paripurna 3, tidak sesuai tata terbit (Tartib). Jika ingin menolak hak interpelasi, pimpinan sidang dapat menyampaikannya pada agenda rapat paripurna lainnya.
"Tartib rapat di luar kelaziman. Ibarat kita salat. Pimpinan sidang sudah mengajari kita sujud dulu baru ruku. Seharusnya kan ruku dulu baru sujud," singgung HK, sapaannya.
Dijelaskan, dalam tartib DPRD NTB pasal 58 tentang tugas sebagai pimpinan pada huruf E telah disebutkan agar pimpinan sidang membacakan surat masuk dan huruf F membahas apa yang menjadi agenda rapat.
"Inilah rukunnya. maksud saya ini akan menjadi preseden tidak baik ke depan. Perhatikanlah tartib itu. Karena sebenarnya tidak harus ada perdebatan kalau surat dari fraksi dan sebagainya itu dibacakan. Ini seolah-seolah ada upaya semua pimpinan untuk menolak hak interpelasi," tandasnya.(RIN)
0 Komentar