Breaking News

Ekspansi llegal PT Autore Pearl Culture!! Langgar Tata Ruang, Pariwisata Jadi Korban

 

Ekspansi llegal PT Autore Pearl Cultutr!! Langgar Tata Ruang, Pariwisata Jadi Korban
Kegiatan budidaya mutiara di wilayah laut Segui, Desa Sekaroh. FOTO IST/POSTKOTANTB.COM
Lombok Timur (postkotantb.com) - PT. Autore Pearl Culture sudah menerima tiga kali surat peringatan (SP) dari Dinas Kelautan dan Perikanan NTB untuk mengosongkan wilayah laut Segui, Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur. Namun nyatanya, Surat Peringatan Pemprov NTB tidak digubris PT. Autore Pearl Culture. Berikut hasil penelusuran Gabungan Jurnalis Investigasi (GJI) NTB.

Tim Gabungan Jurnalis Investigasi  Nusa Tenggara Barat (NTB)

PADA tahun 2021, atas desakan Pemprov NTB, PT. Autore Pearl Culture sepakat mengosongkan area perairan Segui (Blok D) yang memang sudah menjadi RTRW Pariwisata. Sebab kawasan ini bukan ditujukan untuk kawasan budidaya mutiara. Kawasan ini pun sejatinya dimiliki PT. Eco Solutions Lombok (ESL) yang memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL) yang mengembangkan bisnis pariwisata.

Pada pertemuan rekonsiliasi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) empat tahun silam, PT. Autore Pearl Culture juga berjanji akan mengosongkan wilayah Laut Segui. Namun yang terjadi sebaliknya, PT. Autore Pearl Culture justru mengekspansi tata ruang pariwisata milik PT. ESL. Baik di wilayah laut hingga ke daratan.


"Saya tidak ada kepentingan soal PT. Autore Pearl Culture ini. Kita sudah kirimkan tiga kali surat peringatan, tapi justru diacuhkan sama mereka (PT. Autore Pearl Culture)," sesal Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Muslim kepada sejumlah wartawan yang tergabung dalam Gabungan Jurnalis Investigasi (GJI) NTB, Kamis (16/01/2025).

Ekspansi Autore Menghambat Pengembangan Wisata Bahari

PT. Autore Pearl Culture sudah 14 tahun secara sistematis menduduki wilayah daratan dan perairan di Segui tanpa izin resmi. Dari tahun 2013-2023, perusahaan budidaya mutiara asal Australia tersebut secara ilegal menduduki wilayah izin lahan IUPJL PT. Eco Solutions Lombok (ESL) sebagai pengembang wisata bahari di kawasan Segui.

PT. Autore sendiri sejatinya memiliki izin budidaya laut yang sah di sebelah barat Segui, yakni pada Blok A, B dan C. Namun mereka tidak memiliki izin yang sah untuk pengembangan budidaya di ruang laut pariwisata yang dikenal sebagai Blok D.

Mengulas sebelumnya, izin sah untuk budidaya mutiara di wilayah Marina Segui Blok D, sebelumnya diberikan kepada PT. Mitra Nusra dan PT. Paloma Agung. Bupati Lombok Timur saat itu, H. Sukiman Azmy menyarankan agar PT. ESL mengambilalih usaha dua perusahaan tersebut untuk kemudian RTRW diubah menjadi ruang laut pariwisata.

Pemerintah Kabupaten dan Provinsi juga telah berpartisipasi dalam berbagai kegiatan perencanaan dengan PT. ESL terkait pengembangan marina sejak tahun 2011. Pemkab Lombok Timur dan Pemprov NTB serta PT. ESL pun telah menandatangani berbagai perjanjian dengan PT. ESL terkait pengembangan ini yang berpuncak pada pembuatan dokumen perencanaan tata ruang RTRW pada Agustus 2014 yang mengubah wilayah perairan Segui Blok D dari kawasan akuakultur menjadi kawasan wisata bahari.

Atas dasar itulah, Pemerintah Provinsi NTB selanjutnya telah menulis surat kepada Kementerian Kelautan yang menyatakan bahwa pengembangan di Blok D Segui
merupakan bagian dari perencanaan jangka panjang Pemerintah Provinsi dan izin harus diberikan kepada PT. ESL.

"Pemerintah Provinsi NTB sudah mengundang semua pihak untuk berdiskusi. Baik dari PT. Autore, PT. ESL, dan semua instansi terkait. Tapi memang masih pada bekeh (ngeyel, Red)," sebut Sekda NTB, Drs. H. Lalu Gita Ariadi usai mediasi di Aula Anggrek Kantor Gubernur NTB, Kamis (16/01/2025).

Karena pihak PT. Autore Pearl Culture belum meninggalkan kawasan daratan dan perairan Segui, akhirnya pada 2023 lalu sejumlah staf PT. ESL mengosongkan dengan paksa kawasan daratan. Namun PT. Autore Pearl Culture masih menguasai wilayah perairan secara ilegal hingga saat ini.

Pemanfaatan Kawasan Hutan

PT. ESL sendiri memiliki MoU pemanfaatan kawasan hutan dan perairan Tanjung Ringgit (termasuk kawasan perairan Segui). Surat tersebut telah ditandatangani antara Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dengan PT. ESL pada tahun 2011. Kemudian PT. ESL memperoleh pemanfaatan kawasan kehutanan pada bulan Agustus 2013.

Namun nyatanya, PT. Autore Pearl Culture bukan hanya mengekspansi wilayah laut, namun juga mengekspansi daratan yang dikuasai PT. ESL yang sudah bersertipikat HGB yang sudah dibeli dari PT. Mitra Nusra dan PT. Paloma Agung.

Atas dasar itu, PT. ESL mengirimkan surat peringatan yang disodorkan kepada LHK yang menginstruksikan PT. Autore Pearl Culture untuk meninggalkan area IUPJL PT. ESL. Kemudian pada tahun 2017 atas instruksi Gubernur NTB, PT. ESL menandatangani MoU dengan KPH
Rinjani Timur yang menyatakan bahwa PT. Autore Pearl Culture akan dikeluarkan dari area IUPJL PT. ESL.


Dalam sidang yang digagas Wagub NTB, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah pada tahun 2021, KPH Rinjani Timur berupaya mengeklaim bahwa PT. Autore Pearl Culture tidak menduduki kawasan hutan IUPJL PT. ESL secara ilegal, meskipun
ada bukti-bukti yang menunjukkan sebaliknya. Akhirnya, Dinas
Kehutanan Provinsi (LHK) NTB yang mengeluarkan surat peringatan kepada PT. Autore Pearl Culture agar meninggalkan kawasan hutan dan menindaklanjuti peringatan tersebut dengan ancaman berupa sanksi. PT. Autore Pearl Culture akhirnya meninggalkan kawasan IUPJL PT.
ESL pada November 2022, namun kembali menduduki kawasan tersebut secara ilegal pada tahun 2023.

PT. Autore Pearl Culture akhirnya digusur paksa oleh PT. ESL pada Juni 2023. Namun PT. Autore Pearl Culture tidak pernah didenda atau dihukum atas pendudukan lahan ilegal ini. Selama kurun waktu tersebut, PT. Autore Pearl Culture secara ilegal kembali membangun basecamp akuakultur laut lengkap dengan kantin, sumur, akomodasi, area produksi, hingga dermaga di wilayah izin IUPJL PT. ESL.

Pemanfaatan Lokasi Harus Sesuai RTRW


Kerusakan hutan yang terjadi imbas dari ekspansi darat oleh PT. Autore Pearl Culture sangat berdampak pada lingkungan sekitar. Pohon-pohon ditebang secara ilegal dan infrastruktur beton masih
berserakan di sejumlah lokasi.

"Jadi pemanfaatan lokasi itu harus sesuai dengan RTRW. Jika memang RTRW-nya itu pariwisata, ya tidak boleh digunakan untuk bisnis yang justru mengganggu pariwisata," kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTB, Dwi Sudarsono, Rabu (15/01/2025).


Dwi Sudarsono Kepala Perwakilan Ombusdman RI Provinsi NTB




Pembiaran Pelanggaran RTRW Dapat Dipidana

Akibat pencaplokan oleh PT. Autore Pearl Culture ruang laut yang telah diperutukkan sebagai ruang laut pariwisata, PT. ESL mengalami kerugian besar. Sebab sejak mendapatkan izin pengelolaan pariwisata 2014 silam, PT. ESL tidak dapat mengembangkan destinasi pariwisata tersebut secara maksimal, sesuai dengan rencana pembangunan pariwisata.

"Lingkungan, hutan, hingga biota laut rusak akibat aktivitas PT. Autore ini. Kerugian kami sudah terlalu besar," kata Komisaris PT. ESL, I Gusti Putu Ekadana saat ditemui di kediamannya, Kamis (16/01/2025).

Sementara pelanggaran RTRW merupakan pelanggaran yang sangat serius. Bahkan hal tersebut dapat disanksi administratif hingga sanksi pidana.


"Begitu pula dengan oknum-oknum pejabat yang sengaja menunda-nunda waktu penyelesaian suatu sengketa, dapat dikategorikan perbuatan pidana korupsi. Pembiaran pelanggaran RTRW juga pidana," tegas tokoh yang juga praktisi hukum di NTB itu.

Menpar Dukung Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Sekaroh Lotim

Kawasan laut di Segui (Pantai Pink) pada awalnya diizinkan untuk PT. Mitra Nusra dan PT. Paloma Agung untuk budidaya mutiara. PT. ESL bersama dengan Kabupaten Lombok Timur, Pemerintah Provinsi NTB, Kementerian Pariwisata dan masyarakat setempat merencanakan kawasan laut di Segui sebagai eco-marina untuk melayani tujuan wisata bahari.


Sebagian pendanaan untuk perencanaan induk dibiayai oleh Pemerintah Swedia dan perwakilan dari pemerintah setempat
diundang ke Swedia untuk bertemu dengan pejabat pemerintah Swedia dan mitra PT. ESL. Rencana induk setebal 450 halaman tersebut diserahkan kepada Presiden Jokowi saat itu sebagai hadiah dari delegasi perdana menteri Swedia Fredrik Reinfeldt.

Kemudian sebagai bagian dari perencanaan, Mari Pangestu, Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kala itu meminta agar kawasan laut di kawasan Segui ditetapkan sebagai kawasan wisata bahari. Bukan kawasan akuakultur. Ini dimasukkan ke dalam perencanaan RTRW paling cepat tahun 2014 dan diselesaikan pada bulan Agustus 2024.

Setelah RTRW berubah, PT. ESL kemudian dipersilakan untuk mengajukan permohonan pemanfaatan ruang laut pada kawasan Perairan Segui untuk kepentingan pariwisata.

Namun hingga saat ini, pengajuan tersebut belum bisa diterbitkan oleh pemangku kebijakan. Dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan Wilayah Bali-Nusra.


Hingga terakhir pada Januari 2025, Direktur PT. ESL, Jhon Higson diundang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Wilayah Bali-Nusra. Dalam pertemuan tersebut, Jhon justru disodorkan surat perdamaian agar PT. ESL bersama PT. Autore Pearl Culture bisa mengelola kawasan Pantai Segui secara bersama.

"Saya tidak mau menandatangani surat itu. Saya takut terjebak, justru melanggar aturan RTRW Pariwisata yang dikawinkan dengan budidaya mutiara. Jika saya ikut tandatangan, berarti PT. ESL seolah-olah telah sepakat memberikan izin PT. Autore untuk melakukan aktivitas budidaya mutiara di RTRW Pariwisata. Itu kan salah. Itu kan melanggar hukum," kata Jhon terpisah.


Atas peristiwa tersebut, Jhon langsung bersurat kepada Pemprov NTB untuk dilakukan mediasi. Dia berharap agar Pemprov NTB turut mengintervensi kehendak Kementerian Kelautan dan Perikanan Wilayah Bali-Nusra tersebut. Mediasi sendiri berlangsung pada 16 Januari 2025. Dalam pertemuan tersebut, dihadiri perwakilan PT. ESL, PT. Autore Pearl Culture, perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan Wilayah Bali-Nusra dan sejumlah instansi terkait.

Hasilnya PT. ESL tetap tidak sependapat atas kehendak dan menentang atas keinginan PT. Autore Pearl Culture yang didukung Kementerian Kelautan dan Perikanan Wilayah Bali-Nusra untuk pengembangan budidaya mutiara di wilayah perairan Segui Desa Sekaroh.


Sementara Sekda NTB, H. Lalu Gita Ariadi atasnama Gubernur mengatakan, bahwa kepentingan antara PT. ESL (pariwisata) dan PT. Autore Pearl Culture (budidaya mutiara) adalah bisnis dengan jenis kelamin yang berbeda. Sehingga tidak mungkin kedua bisnis ini dikelola bersama.

"Hal ini perlu ditindaklanjuti segera, karena saya tidak mau masuk bui karena kasus ini," tegas Sekda.

Perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan Wilayah Bali-Nusra yang enggan disebutkan namanya dalam forum mediasi menyatakan bahwa pihaknya belum memahami betul persoalan ini. Dari itu pihak KKP akan mempelajari lebih cermat lagi terkait persoalan sengketa tata ruang ini, sehingga persoalan ini bisa segera diselesaikan.

Sejarah Pantai Pink dulu dan Kini


Pantai Pink sebenarnya bernama Pantai Tangsi (asrama/barak). Di lokasi ini pernah dijadikan markas tentara Jepang, namun disebut sebagai Pantai Pink karena warna pasirnya yang didominasi oleh warna pink.

Hal itu dibuktikan dengan adanya gua buatan dan juga sebuah meriam peninggalan Penjajah Jepang. Pantai itu merupakan bagian dari Pantai Tanjung Ringgit, namun karena lokasi dan infrastruktur jalan yang mungkin kurang memadai sehingga Pantai Pink ini menjadi tidak terekspose media dan wisatawan.

Jika dilihat lebih dekat, sebenarnya warna asli pasir pantai itu putih. Namun karena bercampur dengan serpihan-serpihan terumbu karang yang berwarna pink, seiring prosesi alam lalu serpihan serpihan terumbu karang ini kemudian menyatu dan membentuk warna merah muda. Apalagi saat terkena air laut dan terpapar sinar matahari, sehingga warna pink jelas terlihat.


Selain pasir pantainya yang berwarna khas pink, pantai itu juga memiliki panorama alam yang sangat mengesankan, yakni dikelilingi oleh tebing-tebing yang cukup tinggi dengan berugak (semacam pondok/pendopo) di atasnya yang disediakan untuk para wisatawan menikmati hamparan lautan lepas. (GJI NTB)

Editor: Aminuddin

0 Komentar

Posting Komentar
Mulya Residence

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close