inilah sosok para anggota penyidik, yang melarang seraya memaksa hasil rekaman ketiga jurnalis dihapus. |
Mataram (postkotantb.com) - Tiga Jurnalis yang diantaranya Herman Zuhdi dan Rahmatul Kautsar dari TVOne serta Sofiana Mufidah dari RTV, mengalami peristiwa larangan meliput kasus rudapaksa dengan tersangka IWS alias Agus, oleh penyidik dari Polda NTB.
Peristiwa larangan peliputan yang dialami ketiga jurnalis tersebut terjadi ketika hendak mengambil gambar rumah tersangka Agus di Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, Selasa (03/12/2024).
"Apa alasannya kami dilarang mengambil gambar? Kami dilindungi undang-undang dalam melaksanakan tugas," tanya Herman Zuhdi, Jurnalis tvOne, yang juga Sekretaris Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda NTB.
Dikatakan, sebelum melarang, seorang anggota penyidik mendatangi mereka dan menanyakan asal masing-masing media. Mengetahui hal tersebut, tiga penyidik didampingi satu anggota TNI lantas melarang pengambilan gambar.
Bahkan, seorang penyidik perempuan seraya memaksa Herman Zuhdi dan Rahmatul Kautsar menghapus seluruh rekaman yang telah diambil di rumah tersangka.
Dirinya meminta penjelasan atas larangan tersebut. Alasan para anggota penyidik, bahwa akan memberikan keterangan melalui kanitnya. Namun hingga kegiatan selesai, tidak ada sedikitpun klarifikasi yang diberikan.
Ia menegaskan bahwa hak-hak pers telah diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan jurnalis dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
"Kami menyerukan kepada pihak berwenang untuk menegakkan hukum dan memastikan hak-hak pers dihormati, serta memberikan penjelasan yang transparan atas insiden ini," pinta Herman.
Kekecewaan yang sama disampaikan Jurnalis RTV, Sofiana Mufidah. Wanita yang juga sebagai Ketua SMSI Kota Mataram ini menilai, tindakan yang dilakukan pihak penyidik sangat arogan.
"Untuk menghalangi kami agar tidak dapat mengambil gambar di lokasi rumah tersangka, kami dijaga ketat bak pagar betis," singgungnya.
Menurutnya, jika ada pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan di media massa, dapat menempuh mekanisme sesuai UU Pers. Bukan dengan melarang atau menghalangi tugas wartawan.
"Tindakan yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan pidana pidana penjara maksimal 2 tahun, denda maksimal Rp 500 juta," tandasnya.(RIN)
Peristiwa larangan peliputan yang dialami ketiga jurnalis tersebut terjadi ketika hendak mengambil gambar rumah tersangka Agus di Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, Selasa (03/12/2024).
"Apa alasannya kami dilarang mengambil gambar? Kami dilindungi undang-undang dalam melaksanakan tugas," tanya Herman Zuhdi, Jurnalis tvOne, yang juga Sekretaris Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda NTB.
Dikatakan, sebelum melarang, seorang anggota penyidik mendatangi mereka dan menanyakan asal masing-masing media. Mengetahui hal tersebut, tiga penyidik didampingi satu anggota TNI lantas melarang pengambilan gambar.
Bahkan, seorang penyidik perempuan seraya memaksa Herman Zuhdi dan Rahmatul Kautsar menghapus seluruh rekaman yang telah diambil di rumah tersangka.
Dirinya meminta penjelasan atas larangan tersebut. Alasan para anggota penyidik, bahwa akan memberikan keterangan melalui kanitnya. Namun hingga kegiatan selesai, tidak ada sedikitpun klarifikasi yang diberikan.
Ia menegaskan bahwa hak-hak pers telah diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan jurnalis dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
"Kami menyerukan kepada pihak berwenang untuk menegakkan hukum dan memastikan hak-hak pers dihormati, serta memberikan penjelasan yang transparan atas insiden ini," pinta Herman.
Kekecewaan yang sama disampaikan Jurnalis RTV, Sofiana Mufidah. Wanita yang juga sebagai Ketua SMSI Kota Mataram ini menilai, tindakan yang dilakukan pihak penyidik sangat arogan.
"Untuk menghalangi kami agar tidak dapat mengambil gambar di lokasi rumah tersangka, kami dijaga ketat bak pagar betis," singgungnya.
Menurutnya, jika ada pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan di media massa, dapat menempuh mekanisme sesuai UU Pers. Bukan dengan melarang atau menghalangi tugas wartawan.
"Tindakan yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan pidana pidana penjara maksimal 2 tahun, denda maksimal Rp 500 juta," tandasnya.(RIN)
0 Komentar