Ketua Construction Watch (Icon-W), Lalu Mukarraf, Ketua Yayasan Gumi Paer Lombok, Lalu Junaidi, Ketua Yayasan Kerukunan Masyarakat Pesisir dan Laut (YKMPL), Suparman. |
Lombok Timur (postkotantb.com)- Tiga NGO (Non Goverment Organization), diantaranya Indonesian Construction Watch (Icon-W), Yayasan Gumi Paer Lombok, serta Yayasan Kerukunan Masyarakat Pesisir dan Laut (YKMPL), akan melaporkan PT Autore ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan depan.
Ditemui, Rabu (18/12/2924), Ketua Icon-W, Lalu Mukarraf mengungkapkan, laporan tersebut dilatarbelakangi indikasi tindak pidana korupsi, atas aktivitas budidaya mutiara yang diduga dilakukan secara ilegal oleh PT Autore di Teluk Temeak kawasan Pantai Pink, Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
"Terdapat lima blok di Teluk Temeak. Yaitu blok A, blok B, blok C, blok D, dan blok E. Aktivitas budidaya mutiara PT Autore telah berlangsung selama 10 tahun," bebernya.
Lokasi budidaya sesuai ijin yang dikantongi perusahaan milik investor asal Australia tersebut, bukan di Blok D. Melainkan di blok lain. Faktanya, pihak perusahaan menggarap blok D yang dikhususkan sebagai zona pariwisata.
"Lahan yang dijadikan tempat budidaya mutiara oleh perusahaan mereka seluas 15 hektare dari 174 hektare di blok D. Padahal, Bappenas telah menetapkan dalam aturan tata ruang, bahwa blok D sebagai zona wisata masuk kawasan Pantai Pink, dan masuk dalam 7 keajaiban dunia,"kesalnya.
Kata dia, Blok D memiliki keunggulan ekosistem laut yang salah satunya sebagai pusat terumbu karang. Ekosistem Laut di blok D pun terancam rusak parah akibat penempatan beton sekitar ruas 1 meter dengan berat 100 kilogram.
"Kalau jumlahnya sudah ratusan beton, maka ekosistem lautnya sudah hancur sekali," imbuhnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi NTB melalui OPD terkait, telah mengeluarkan surat peringatan agar PT Autore menghentikan aktivitas tersebut, akan tetapi diabaikan.
Sebaliknya Hingga saat ini, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten belum ada tindakan tegas. "Patut diduga ada kekuatan besar yang memback up perusahaan. Dan ini kan ada unsur pembiaran dari pemerintah serta aparat penegak hukum. Mereka saling lempar,"timpalnya.
Menurut Mukarraf aktivitas budidaya mutiara PT Autore juga berpotensi merugikan negara. Hal ini dinilai dari jumlah mutiara yang diproduksi mencapai 6 ribu butir per enam bulan.
"Apalagi mutiara yang diproduksi pasarannya menyentuh eropa dan dibeli artis holywood seperti Angelina Jolie. Apakah hasilnya akan masuk ke kas negara, sedangkan lokasi budidaya tanpa izin," sindirnya.
Sementara itu, Ketua Gumi Paer Lombok, Lalu Junaidi mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. Ia mendesak agar pemerintah pusat, utamanya KPK, agar memberikan atensi khusus terhadap permasalahan di Teluk Temeak.
Terlebih lagi, aktivitas perusahaan tersebut telah menyebabkan kerugian yang sangat besar terhadap negara. "Sebab ada dugaan kebocoran pajak dengan angka tembus miliaran hingga triliunan rupiah," keluhnya.
Nelayan Hilang Mata Pencaharian
Ketua YKMPL, Suparman mengaku, masyarakat nelayan khususnya di Desa Sekaroh sejak awal telah menolak kehadiran PT Autore di blok D Teluk Temeak. Sebab, lokasi tersebut diandalkan nelayan sebagai tempat mencari nafkah.
"Kalau pas bulan purnama kami cari ke sana. Karena ikan terutama cumi, bertelur di sana. per malam kita bisa dapat Rp. 5 juta sampai 6 juta sekarang nggak bisa berbuat apa-apa, karena terhalang Long Line, terpaksa nyari ke tengah," ulasnya.
Akibat aktivitas perusahaan tersebut membuat nelayan kehilangan penghasilan. Bahkan alat tangkap para nelayan kerap rusak akibat garis pembatas yang dipasang pihak perusahaan.
"Kalau ke tengah, kami sering dihadapkan arus ombak. Kalau kami lepas jaring, jaring kami tersangkut Long Line," tandasnya.(RIN)
Ditemui, Rabu (18/12/2924), Ketua Icon-W, Lalu Mukarraf mengungkapkan, laporan tersebut dilatarbelakangi indikasi tindak pidana korupsi, atas aktivitas budidaya mutiara yang diduga dilakukan secara ilegal oleh PT Autore di Teluk Temeak kawasan Pantai Pink, Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
"Terdapat lima blok di Teluk Temeak. Yaitu blok A, blok B, blok C, blok D, dan blok E. Aktivitas budidaya mutiara PT Autore telah berlangsung selama 10 tahun," bebernya.
Lokasi budidaya sesuai ijin yang dikantongi perusahaan milik investor asal Australia tersebut, bukan di Blok D. Melainkan di blok lain. Faktanya, pihak perusahaan menggarap blok D yang dikhususkan sebagai zona pariwisata.
"Lahan yang dijadikan tempat budidaya mutiara oleh perusahaan mereka seluas 15 hektare dari 174 hektare di blok D. Padahal, Bappenas telah menetapkan dalam aturan tata ruang, bahwa blok D sebagai zona wisata masuk kawasan Pantai Pink, dan masuk dalam 7 keajaiban dunia,"kesalnya.
Kata dia, Blok D memiliki keunggulan ekosistem laut yang salah satunya sebagai pusat terumbu karang. Ekosistem Laut di blok D pun terancam rusak parah akibat penempatan beton sekitar ruas 1 meter dengan berat 100 kilogram.
"Kalau jumlahnya sudah ratusan beton, maka ekosistem lautnya sudah hancur sekali," imbuhnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi NTB melalui OPD terkait, telah mengeluarkan surat peringatan agar PT Autore menghentikan aktivitas tersebut, akan tetapi diabaikan.
Sebaliknya Hingga saat ini, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten belum ada tindakan tegas. "Patut diduga ada kekuatan besar yang memback up perusahaan. Dan ini kan ada unsur pembiaran dari pemerintah serta aparat penegak hukum. Mereka saling lempar,"timpalnya.
Menurut Mukarraf aktivitas budidaya mutiara PT Autore juga berpotensi merugikan negara. Hal ini dinilai dari jumlah mutiara yang diproduksi mencapai 6 ribu butir per enam bulan.
"Apalagi mutiara yang diproduksi pasarannya menyentuh eropa dan dibeli artis holywood seperti Angelina Jolie. Apakah hasilnya akan masuk ke kas negara, sedangkan lokasi budidaya tanpa izin," sindirnya.
Sementara itu, Ketua Gumi Paer Lombok, Lalu Junaidi mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. Ia mendesak agar pemerintah pusat, utamanya KPK, agar memberikan atensi khusus terhadap permasalahan di Teluk Temeak.
Terlebih lagi, aktivitas perusahaan tersebut telah menyebabkan kerugian yang sangat besar terhadap negara. "Sebab ada dugaan kebocoran pajak dengan angka tembus miliaran hingga triliunan rupiah," keluhnya.
Nelayan Hilang Mata Pencaharian
Ketua YKMPL, Suparman mengaku, masyarakat nelayan khususnya di Desa Sekaroh sejak awal telah menolak kehadiran PT Autore di blok D Teluk Temeak. Sebab, lokasi tersebut diandalkan nelayan sebagai tempat mencari nafkah.
"Kalau pas bulan purnama kami cari ke sana. Karena ikan terutama cumi, bertelur di sana. per malam kita bisa dapat Rp. 5 juta sampai 6 juta sekarang nggak bisa berbuat apa-apa, karena terhalang Long Line, terpaksa nyari ke tengah," ulasnya.
Akibat aktivitas perusahaan tersebut membuat nelayan kehilangan penghasilan. Bahkan alat tangkap para nelayan kerap rusak akibat garis pembatas yang dipasang pihak perusahaan.
"Kalau ke tengah, kami sering dihadapkan arus ombak. Kalau kami lepas jaring, jaring kami tersangkut Long Line," tandasnya.(RIN)
0 Komentar