Breaking News

KPK Bidik Oknum Dibalik Kasus Tambang Ilegal dan WNA Cina di Sekotong

Tambang Ilegal di Sekotong
Ketua Satuan Tugas Koordinator Supervisi (Satgas Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria.

Mataram (postkotantb.com)- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah konsen terhadap kasus pertambangan tanpa izin (PETI) di kawasan hutan lindung di sejumlah titik di Provinsi NTB. Ini terbukti dengan adanya rencana aksi termasuk koordinasi dengan sejumlah instansi terkait.

Hasil koordinasi KPK dengan sejumlah instansi begitu juga dengan Dinas ESDM Provinsi NTB, khusus tambang rakyat masih menunggu proses penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Selanjutnya penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dari Pemerintah Provinsi NTB.

"Informasi Kepala Dinas ESDM tadi, sudah disurvei tim Dirjen ESDM. Kalau sudah ditetapkan menteri, baru provinsi mengeluarkan IPR. Syaratnya tentu harus di luar kawasan hutan," ujar Ketua Satuan Tugas Koordinator Supervisi (Satgas Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria, usai rapat koordinasi bersama sejumlah OPD lingkup Provinsi NTB, di lantai 2 Aula Kantor Dinas ESDM Provinsi NTB, Kamis (03/10/2024).

Terkait kasus tambang emas ilegal di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, ia mengaku bahwa KPK sementara masih mengumpulkan sejumlah bukti.

Di sisi lain, pihaknya juga fokus menelusuri siapa pihak yang terlibat dibalik praktik pertambangan emas ilegal di wilayah kawasan hutan Sekotong.

"Pertama data harus lengkap. Kedua, Kita harus lihat juga apakah masyarakat menjadi korban, atau hanya sekedar cari makan. Kita harus fokus terhadap The Man Behind The Gun, siapa yang mengatur tambang," terangnya.

Begitu juga dengan kasus dugaan keberadaan Warga Negara Asing (WNA) asal Cina yang dipekerjakan di Sekotong.

Diakui bahwa saat ini KPK sudah mengantongi sebanyak tiga nama perusahaan lokal yang diduga terlibat memperkerjakan WNA asal Cina di wilayah Sekotong termasuk Lantung, Kabupaten Sumbawa.

Lembaga anti rasuah tersebut tengah konsen, apakah ada indikasi korupsi dibalik keberadaan WNA Cina tersebut.

"Makanya besok kita undang Kemenkumham, Disnaker. Saya juga sudah koordinasi dengan Kemenaker. Kayaknya masih ada tarik menarik, siapa yang harus awasi, ada izin visa investor, tidak mengurus RPTKA, dan lain-lain. Nanti kita lihat seperti apa," ungkapnya.

"Intinya apapun pelanggaran sektoral. Jangan sampai dibalik lemahnya penegakan hukum baik pertambangan, TKA, kehutanan, ada gratifikasi, suap, dan korupsi. Itu konsen kita. TKA kan retribusi U$ 100 pertahun untuk perpanjangan, jangan sampai bocor di sana," tandasnya.(RIN)

0 Komentar

Posting Komentar
Mulya Residence

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close