Breaking News

APDESI Sesalkan, Kasus Dugaan Pungli di Pantai Tanjung Bias Sampai ke Meja Aparat Hukum

Pantai Tanjung Bias
Ketua APDESI NTB, Mastur, SE.

Lombok Barat (postkotantb.com)- Kasus dugaan Pungutan Liar (Pungli) terhadap para pedagang di Pantai Tanjung Bias, Desa Senteluk, Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat, menyeret nama mantan kepala desa beserta BUMDes, telah di laporkan sejak Jumat pekan lalu di Ditreskrimum Polda NTB.

Kasus ini pun memantik perhatian Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (APDESI) NTB, Mastur, SE. Ditemui belum lama ini, Mastur mengaku menyesalkan kasus tersebut berlanjut hingga ke meja aparat penegak hukum (APH).

Menurutnya, hal tersebut merupakan akibat dari tidak intensnya mantan kepala desa berkoordinasi baik dengan pemerintah daerah, maupun instansi terkait saat aktif menjalankan jabatannya. Instansi yang dimaksud yaitu Dinas Pekerja Umum dan Penataan Ruang (PUTR) serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Lombok Barat.

"Koordinasi antara Pemda dengan Desa dalam hal pemanfaatan betul-betul di koordinasikan agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran," kesal pria yang juga menjabat Kepala Desa Senggigi ini.

Menurutnya, pemerintah desa tidak bisa berdiri sendiri meski diberikan hak mengelola secara tradisional, sesuai Undang-Undang RI nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 2024 tentang desa.

Seperti roy pantai. Pemerintah desa tersebut harus terus berkoordinasi dan mengantongi izin resmi dinas atau kementerian terkait. Karena untuk pemanfaatan roy pantai harus bekerja sama dengan KKP dan Kementerian PUPR. Setelah MoU, maka terbitlah peraturan desa sebagai turunan dari perjanjian tersebut.

Imbas dari Kejadian di Pantai Tanjung Bias, muncul dugaan pelanggaran hukum yang secara tidak sengaja dan tidak sadar, pemerintah desa maupun masyarakat melanggar peraturan tersebut.

"Yang dimaksud aset desa, yang diperoleh melalui penyertaan modal melalui BUMDes atau diberikan oleh pihak ketiga ke desa. Itu pun dibahas terlebih dahulu melalui musdes," terangnya.

"Terkait dugaan pungli  di Pantai Tanjung Bias, karena sudah masuk ke ranah hukum, saya kira ini betul-betul kita lihat dari sudut pandang Pemkab Lobar harus betul-betul ditelaah," sambungnya.

Ia mendesak agar Pemkab Lombok Barat melalui Dinas PUTR dan Disperindag, segera bertindak agar permasalahan di Pantai Tanjung Bias terang benderang melalui pembentukan tim khusus.

"Dan kita minta Pemkab Lobar, khususnya PUTR dan Disperindag terkait permasalahan ini agar terang benderang. Karena selama ini saya lihat masih ambigu, mana yang salah dan mana yang benar. Ketika kita bilang salah atau benar adalah keputusan pengadilan," tegasnya.

Di sisi lain, Mastur juga menyindir soal tidak adanya pengawasan dan upaya inventarisir Pemkab Lombok Barat, terhadap lahan-lahan terlantar. "Pemerintah daerah harus pro aktif mengawasi lahan-lahan terlantar. Sesuai PP Nomor 20 tahun 2021 tentang penertiban kawasan dan tanah terlantar," katanya.

Salah satu contoh di kerandangan, dulunya Park Royal Hotel, namun pada tahun 2014 diubah menjadi PT Pantai Indah Kerandangan. Lokasi perusahaan tersebut yang seyogyanya akan dibangun hotel, sampai sekarang tidak ditelantarkan. Pemkab Lobar menurutnya, harus bisa mengambil langkah-langkah antisipatif agar pengusaha tidak bermain main layaknya broker tanah, bukan untuk membangun kawasan.

"Ini kan merugikan daerah miliaran rupiah dari segi pajak hotel dan restoran. Lobar harus menginventarisir lahan terlantar dan memanggil investor nakal ini, untuk diberikan batasan bagi peruntukan dan pemanfaatan izin pembebasan lahan di Senggigi. Setelah diberikan batasan, Pemkab harus proaktif ke Menteri BPN agar tanah yang ditelantarkan dikembalikan ke negara untuk dikelola daerah," jelasnya.(RIN)
 

0 Komentar

Posting Komentar
Mulya Residence

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close