Breaking News

Gawat, Ternyata ini Resiko Konsumsi Antibiotik tanpa Resep Dokter

Antibiotik Tanpa Resep Dokter
PEMICU: saat Ngobrol Santai bersama media massa, di aula BBPOM di Mataram, Rabu (03/07), Kepala BBPOM di Mataram, Yosef Dwi Irawan memberikan pemahaman. Penggunaan antibiotik tanpa resep dokter, jadi salah satu Pemicu AMR.

Mataram (postkotantb.com)- Sejumlah antibiotik (Anti Microba) yang diantaranya, Amoxicilin, Cefadroxil, Ciprofloxacin, Tetracilin, dan Amoxicilin, kian mudah untuk diperoleh meski tanpa resep dokter.

Namun tahukah anda, jika  keseringan mengkonsumsi antibiotik tanpa resep dokter dapat berdampak buruk bagi kesehatan.

Kepala BBPOM di Mataram, Yosef Dwi Irawan mengatakan,  mengkonsumsi antibiotik tanpa resep dokter, menjadi salah satu pemicu Anti Microba Resistance (AMR).

"AMR atau disebut Silent Pandemi, merupakan suatu kejadian ketika virus dan bakteri tidak lagi mempan terhadap antibiotik," ujarnya saat Ngobrol Santai bersama media massa, di aula BBPOM di Mataram, Rabu (03/07). Turut hadir dalam kesempatan tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) NTB,

Pemicu lainnya, kata Yosef, mengkonsumsi antimikroba tidak sesuai ketentuan dokter, membuang anti mikroba sembarangan, dan penggunaan anti mikroba pada hewan yang tidak sesuai.

Resistensi anti microba menyebabkan berkurangnya kemampuan anti microba untuk membunuh atau menghambat perkembangan bakteri, virus, jamur, dan parasit penyebab penyakit.

Sehingga menyebabkan adanya penggunaan anti microba dengan dosis yang sangat tinggi, serta biaya pemulihan kesehatan yang sangat tinggi, dan berdampak terhadap kualitas kesehatan manusia.

Resistensi anti microba ini juga dapat meningkatkan resiko kematian, terutama pada populasi khusus. "Jadi, AMR ini mengancam Jiwa," tegasnya.

Ia mengungkapkan, AMR di seluruh dunia kian memburuk. Tahun 2019, jumlah kematian akibat AMR di seluruh dunia telah mencapai 4,95 juta jiwa. 1. 27 juta jiwa kematian disebabkan langsung AMR.

Jumlah kematian yang disebabkan AMR tergolong tinggi dibandingkan kematian akibat HIV/AIDS dan Malaria. Tahun 2050 mendatang, WHO memprediksi jumlah kematian tersebut naik hingga menjadi 10 juta jiwa per tahun.

"Boleh dikatakan AMR merupakan salah satu ancaman terbesar dan risiko keamanan kesehatan global yang dapat membunuh dalam keheningan," ujarnya.

BBPOM di Mataram mengajak masyarakat NTB untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap AMR.

"Langkah ini penting demi menjaga kesehatan masyarakat dan mencegah dampak negatif dari penggunaan antibiotik yang tidak bijaksana," imbaunya.




UPAYA PENCEGAHAN



BBPOM di Mataram hingga saat ini masih mengupayakan pencegahan penjualan peredaran anti biotik secara bebas. Salah satunya dengan menggandeng stakeholder, termasuk Dinas Kesehatan (Dikes) Provinsi NTB dan pihak-pihak lainnya.

Hal ini bertujuan untuk memperketat pengawasan distribusi dan penggunaan antibiotik di NTB. Di sisi lain, BBPOM di Mataram gencar memberikan edukasi ke masyarakat. Baik melalui berbagai media massa, maupun sejumlah kegiatan sosial.

Kepala Dikes NTB, Dr. dr. H. Lalu Hamzi Fikri, MM, MARS, kembali menekankan pentingnya kerjasama semua pihak. Dengan adanya sinergitas antara semua pihak yang terlibat,  dapat menjadikan NTB, sebagai wilayah yang lebih sehat dan bebas dari ancaman resistensi anti microba.

“Mari kita bersama-sama menjaga kesehatan dan mencegah resistensi antimikroba dengan menggunakan antibiotik secara bijak,” ajak Kepala Dikes.(RIN)

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close