Mataram (postkotantb.com)- Tingginya
anggaran yang digelontorkan Pemerintah untuk desa, membuat potensi terjadinya
penyelewengan Dana Desa (DD) semakin besar.
Bagaimana tidak, di tahun 2015 saja, jumlah yang dikucurkan mencapai Rp. 20
Triliyun untuk 74.957 yang ada di Indonesia. Sementara di tahun 2017 langsung
bertambah menjadi empat kali lipat mencapai angka Rp. 81 Triliyun.
Hal ini seakan ‘memaksa’ Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI harus ikut
memelototi para Kepala Desa dan jajarannya agar penyelewengan itu tidak
terjadi.
Sebagai langkah awal, pihak BPK menggelar seminar bertajuk “Peran, Tugas, dan
Fungsi BPK dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Desa” yang diikuti para kepala daerah, camat
dan kepala desa se-NTB, Kamis (12/4) di
Ballroom Hotel Lombok Raya.
Kegiatan itu menghadirkan langsung Wakil Ketua BPK RI, Bahrullah Akbar,
Anggota BPK RI Harry Azhar Aziz dan Agus Joko Pramono, Anggota DPR RI Eva
Kusuma Sundari dan Willgo Zainar, Kasubdit IV Dittipidkor Bareskrim Polri Totok
Suharyanto, Direktur Program Pascasarjana IPDN Sampara Lukman serta Pembantu
Rektor IPDN Khasan Effendi dan Hyronimus Rowa selaku nara sumber.
Keterlibatan BPK dalam proses audit Dana Desa dinilai sangat diperlukan.
Korupsi di desa, terutama menyangkut anggaran desa, merupakan salah satu
masalah mendasar.
Permasalahan ini lahir karena pengelolaan anggaran yang besar namun
implementasinya di level desa tidak diiringi prinsip transparansi, partisipasi,
dan akuntabilitas dalam tata kelola politik, pembangunan, dan keuangan desa.
Menurut data yang ada, jumlah kepala desa maupun perangkat desa yang terjerat
terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebanyak 15 kepala desa pada 2015, 32
kepala desa pada 2016, dan 65 kepala desa pada 2017 terjerat kasus korupsi.
Selain kepala desa juga terdapat 32 perangkat desa dan 3 orang yang merupakan
keluarga kepala desa ikut terjerat.
Harry Azhar menjelaskan, sesuai amanat UUD 1945 terdapat tiga unsur dalam
pengelolaan keuangan negara yang termasuk juga dana desa. Yang pertama adalah
transparansi atau keterbukaan, kedua adalah akuntabilitas atau
pertanggungjawaban dan yang ketiga adalah kemakmuran rakyat.
Dirinya juga menilai, kucuran Dana Desa yang tidak sedikit jumlahnya harus
dapat mengurangi angka kemiskinan, pengangguran, dan rasio gini serta
meningkatkan nilai IPM secara signifikan.
“Kalo saat Kepala Desa menjabat, angka kemiskinan kemudian pengangguran dan
rasio gini tidak turun lalu IPM tidak naik, berarti anda gagal jadi Kepala
Desa,” tegas Harry Azhar.
Sementara itu Kepala Inspektorat Lombok Barat H. Rachmat Agus Hidayat usai
acara mengatakan, berdasarkan MoU antara pihak kejaksaan, kepolisian dan
Kementerian Dalam Negeri RI bahwa untuk tingkat paling bawah Inspektorat akan
mengawal Dana Desa sesuai Nawa Cita.
Inspektorat Lobar sendiri di tahun 2017 telah melakukan pemeriksaan reguler
terhadap 30 persen dari jumlah desa yang ada di Lobar.
“Kita di Inspektorat mengawal Dana Desa melalui salah satu program unggulan
kami dengan program Pembinaan Desa dengan membentuk Desa Percontohan Desa Tepat
Berkinerja di masing-masing kecamatan. Alhamdulillah program tersebut berjalan
efektif sehingga untuk desa-desa di Kabupaten Lombok Barat tidak ada kita
temukan penyimpangan yang terimpilkasi ke aparat penegak hukum,” ujarnya.
Namun ia mengakui tidak sedikit desa di Lombok Barat yang masih melakukan
penyimpangan. Ada temuan administrasi di mana desa tersebut belum bisa
mengelola administrasi dengan baik, mulai dari data pendukung, kuitansi hingga
pembukuan yang masih belum tertib.
“Ada juga temuan kerugian negara namun bukan merupakan pelanggaran pidana,
melainkan akibat kekurangan volume pada pekerjaan seperti pekerjaan irigasi,
penembokan dan lain sebagainya. Tapi itu sudah banyak yang ditindak lanjuti.
Kita sarankan untuk dikembalikan ke kas desa kembali dan direncanakan kembali
tahun depan. Sedangkan untuk temuan administrasi mereka melakukan tindak lanjut
perbaikan, caranya mengundang kita sebagai narasumber. Secara kolektif kita
keliling berikan pencerahan bagaiman buat perencanaan keuangan yg baik agar
tepat dalam perencanaan, kemudian tepat dalam pelaksanaan dan tepat dalam
pertanggungjawaban. Kalo ketiga itu dilaksanakan, siapa saja yang periksa tidak
ada masalah,” katanya.
Sesuai ketentuan Pasal 112 dan Pasal 113 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2015 tentang Kebijakan
Pengawasan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pengawasan Dana Desa
dilakukan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).
Pelaksanaan pengawasan Dana Desa yang dilakukan oleh APIP, sangat strategis dan
bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa pengelolaan Dana Desa
telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada, khususnya terkait dengan
ketepatan lokasi, ketepatan syarat, ketepatan salur, ketepatan jumlah dan
ketepatan penggunaan. Selain itu, pengawasan tersebut juga dilakukan agar
pelaksanaan Dana Desa memiliki sistem pengendalian internal yang memadai.
Kapabilitas APIP pada Pemerintah Kabupaten Lombok Barat yang digawangi oleh
Inspektorat sejak tahun 2016 sudah mencapai level 3. Itu artinya kapabilitas
APIP Pemkab Lobar sudah setara dengan Kementerian.
Dengan level 3, APIP akan mampu berperan sebagai konsultan, sehingga dengan
adanya perkembangan kinerja APIP tersebut diharapkan dapat mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan penyelenggaraan organisasi
sektor publik yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel sesuai harapan masyarakat. (Aan)
0 Komentar